Sepertinya
agak telat menulis ini tapi aku memikirkan banyak hal tentang negeri ini. Salah
satunya asap. Oh asap ? Jangan tanya ! Kalian pernah dengar kan tentang asap di
Riau ? Belum ? Ok, aku beri tahu. Beritanya sudah menyebar. Riau, tepatnya
Pekanbaru kualitas udaranya sudah sangat buruk. Nah, aku sendiri sebagai
mahasiswa udah kenyang sama berita itu. Mulai dari kemarin aku P2 MABA sampai
beberapa hari terakhir ini, aku mendengar berita tentang asap di Riau. Gimana
nasib saudara kita di sana ? Udara di sana udah nggak layak buat pernapasan
manusia. Terus kenapa belum diungsikan ? Kenapa setelah sekian korban jatuh,
Presiden baru mengunjungi Riau ?
Bukan
bencana nasional kah penyebabnya ? Tidak malu kah kita, Indonesia yang punya
banyak pesawat yang digunakan untuk militer harus mendapat bantuan dari pihak
asing ? Tidak malukah kita seakan-akan bantuan dari pihak asing itu menampar
kenyataan kalau kita yang katanya negara besar dengan perekonomian yang akan
nantinya merajai perekonomian dunia tahun sekian tidak memiliki peralatan untuk
memadamkan kabut asap hingga negara tetangga juga kena getahnya ? Tidak malukah
kita menerima bantuan pihak asing seakan-akan kewajaran bila kita tidak bisa
menyelesaikan permasalahan kita sendiri ? Tidak malukah kita kalau kelakuan
sekian oknum membuat negara tetangga melihat kita, negara sebesar ini tidak
mampu memadamkan kebakaran hutan kita ? Tidak malukah kita melihat kabut sedemikian
tebal yang beritanya beredar setiap hari di layar televisi ? Jika saya,
jawabannya adalah saya sangat malu dan kecewa.
Masalah asap ini tentu
saja menyangkut masalah manusia. Ini nyawa manusia. Jika ada kesalahan sekian
persen pada suatu bangunan, kita bisa mengulang dari awal. Jika ada kesalahan
pada perhitungan ekonomi, kita bisa reset itu. Tapi kalau ada kejadian macam
ini, kita reset kapan pun tetap ada korban yang jatuh. Salah satu fungsi yang
menunjang kehidupan manusia adalah sistem penapasan. Apabila ada masalah dengan
sistem pernapasan, oksigen tidak dapat diedarkan ke seluruh tubuh yang
akibatnya kematian perlahan pada sel-sel organ dalam manusia yang dapat
mengakibatkan kematian.
Lalu
bagaimana dengan saudara kita di sana yang kini menderita ISPA ? Kalau
kebakaran ini disebabkan oknum pembakar hutan, well, pertanyaan terbesar pada
pikiran saya adalah pembuat keputusan untuk membakar hutan, siapa orangnya ?
Mungkin kini dia sedang enak-enak di rumah sambil berkumpul bersama keluarga
menghirup udara yang layak. Tapi dimana hatinya ketika melihat saudaranya di
Pekanbaru, Palembang, Bengkulu sulit bernapas karena ulahnya. Saya bukan
seorang bisa menilai dia hanya dari peristiwa ini. Tapi satu hal yang dapat
saya katakan, siapa pun yang terlibat membakar hutan itu, dia penjahat. Lebih
rendah dari pengemis.
Dia
membakar hutan yang merupakan rumah dari hewan dan tumbuhan. Dia berbuat kejam
pada sesama makhluk Tuhan. Apa artinya dia menjadi khalifah di muka bumi,
menjadi pengelola muka bumi ? Dia hanya berbuat kerusakan. Tangannya memang
tidak ikut membakar hutan tapi perintahnya adalah yang menyebabkan kebakaran
ini terjadi. Sadarkah dia sekarang ? Kalau tidak, mungkin saya bisa menyamakan
dia dengan tentara Israel yang membantai warga di Jalur Gaza. Ya mungkin dia
tidak membantai dengan senjata tapi perintah untuk membakar hutan darinya
membantai sistem penapasan saudara-saudaranya yang tinggal di Riau, Bengkulu,
dan Sumatera Selatan. Palangkaraya juga. Tuna hati, buta nurani, itu yang dapat
saya katakan.
Sebagai
makhluk Tuhan yang mengerti akan perintah Tuhan, masihkah dia dianggap baik
jika ada orang yang menderita akibat dari keputusannya ? Ini bukan soal rupiah
tapi ini soal nurani. Kemana dirinya yang sejak di bangku sekolah, kita
diajarkan kalau hutan adalah paru-paru dunia ? Kemana hatinya melihat
pemberitaan di media massa melihat para saudaranya yang ada di Riau, Palembang,
Bengkulu, dan Palangkaraya kesulitan bernapas ? Kemana nuraninya melihat itu ?
Apa sudah dibutakan dengan sekian rupiah yang akan diterimanya ? Apa hatinya
sudah mati karena untung yang akan diraihnya ?
Sebagai
seorang manusia, kita tidak berhak memanen jika tidak merawat. Kita tidak
berhak merusak dan menebang apalagi membakar apabila kita tidak menanam. Apakah
hal kecil seperti ini masih harus diajarkan ? Apa bedanya dengan anak TK ?
Mungkin pembuat keputusan pembakar hutan itu intelegensinya tinggi tapi EQ dan
SQnya nol. Harusnya di pelajaran lingkungan hidupnya dia akan mendapat nilai E.
Ingat kita memang bebas berbuat apa saja tapi kebebasan kita dibatasi oleh hak
orang lain. Silahkan anda mendapat uang dari usaha anda tapi ingat ada saudara
kita yang perlu udara bersih. Dimana anda para pembuat keputusan pembakar hutan
? Harusnya anda menyediakan setiap orang sekian tabung oksigen per hari pada
setiap orang yang menikmati asap yang anda berikan dari keputusan anda. Mereka
tidak butuh HANYA RASA SIMPATI tapi mereka BUTUH UDARA BERSIH. Mereka berhak
atas UDARA BERSIH.
Sekarang
pikirkan. Renungkan dan pikirkan. Kalian para pelaku pembakar hutan. Yang
membakar dan yang memberi perintah pembakaran. Berapa ratus atau ribu orang
yang menghujat anda ? Berapa ratus atau ribu orang yang anda sengsarakan ?
Berapa ratus atau ribu orang yang anda rampas hak untuk bernapas dengan bebas ?
Jika anda akhirnya masuk ke dalam neraka, saya kira balasan setimpal. Ah bukan
hanya itu, jika suatu hari nanti, anda tiba-tiba menderita kanker atau jantung
koroner, saya rasa pantas karena hari ini ratusan orang di sana anda buat tidak
bebas bernapas. Jika usaha anda tidak berjalan dengan lancar, saya kira pantas
dan anda berhak mendapatkannya karena anda membuat saudara anda di sana
menderita. Ingat bukan orang yang beriman orang yang menyengsarakan dan tidak
peduli dengan nasib saudaranya. Mungkin di akhirat nanti, orang-orang itu akan
menghambat anda masuk surga karena secara tidak langsung anda melakukan
genosida.
Pelaku
pembakar hutan, anda adalah penjahat yang tidak punya nurani. Anda sudah
melakukan percobaan genosida. Anda sudah menjadi penjahat selevel koruptor dan
teroris. Mungkin saat ini anda tidak menyadari tapi jika suatu hari nanti anda
di ruang operasi maka sadari dan ingat perbuatan anda. Ingat kami memang tidak
tahu siapa anda tapi Tuhan Maha Tahu. Tuhan melihat dan mendengar kelakuan
anda. Saran saya sebelum anda tiba-tiba jatuh miskin atau hidup anda dan
keluarga anda tiba-tiba menderita penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan
dengan mudah, minta maaf dan berikan ganti rugi. Apa sulit menyatakan saya
minta maaf dan saya akan mengganti rugi ? Well itu terserah anda karena
kelakuan anda yang mendapatkan hasilnya adalah anda. Siapa yang menanam dia
akan menuai. Ingat kebaikan hanya akan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan
akan dibalas dengan kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar