Kamis, 29 Oktober 2015

Mirisnya Nasib Dosen dan Guru di Negeri Ini



 
            Saya kembali memikirkan hal ini untuk sekian kalinya. Bahkan salah satu candaan dari teman-teman saya membuat saya teringat sesuatu, yaitu singkatan kata dosen yaitu kerjaan.ne sak dos gaji.ne sak sen (kerjaannya sekardus dan gajinya sesen). Well, mungkin ada benarnya. Gaji guru dan dosen di negeri kita sangat memprihatinkan. Saya sendiri adalah anak seorang guru PNS dan syukurlah gaji ayah saya masih bisa membiayai saya kuliah dengan UKT yang seperti itu meski saya tahu beliau mencari uang itu ke sana kemari. Jujur ketika para teman saya menyarankan saya menjadi guru, jawaban saya adalah tidak. Kenapa ? Selain saya merasa beban jadi seorang guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik dan saya belum bisa melakukan itu, alasan saya yang berikutnya adalah pekerjaan yang banyak tidak sesuai dengan gaji.
            Saya bukan orang yang materialistis tapi lihat fenomenanya berapa banyak guru harus bertahan dari jam 07.00 – 14.00 demi mengajar muridnya dan gaji mereka tidak layak ? Ok jika mengira PNS guru dan dosen bergaji layak, saya ingatkan masih ada pemotongan gaji di sana-sini, belum lagi sertifikasi dengan embel-embel potongan administrasi di luar pajak. Itu dikatakan layak ? Ingat sertifikasi bagi guru banyak yang terhutang dan tidak keluar dengan lancar seperti gaji para DPR. Kemana uang sertifikasi terhutang itu sehingga tidak tersampaikan pada yang berhak menerima ?
            Bukan hanya itu, gaji guru di suatu kecamatan di suatu kabupaten di Jawa Timur masih berkisar antara 150 – 500 ribu bagi guru honorer. Mau diberi makan apa keluarganya dengan gaji seperti itu ? Itu menuntut mereka bekerja dengan baik ? Tunjangan dari APBD/APBN ? Dengan uang minim itu, well, ada potong lagi-lagi. Belum lagi jika mereka honorer, gaji tidak keluar tepat waktu atau terhutang alias dibayar bila ada dana. Sekali lagi mereka harus makan dari mana ? Bagaimana membayar uang sekolah atau UKT anak mereka ?
            Bidikmisi ? Ingat salah satu syarat bidikmisi ? Orang tua calon mahasiswa bukan berasal dari PNS/TNI/Polri. Terus anak anggota DPR dan pengusaha bagaimana ? Boleh apa tidak ? Faktanya dijawab di lapangan. Sekarang para anggota DPR minta gedung baru seharga 700 milyar rupiah. Bahkan salah satu parpol bilang, untuk tunjangan THR PNS saja bisa, masak untuk gedung DPR pelit ? Well, di mana hati nuranimu Pak/Bu sedangkan parpolmu mengusung slogan hati nurani rakyat ? Tunjangan THR mungkin hanya berkisar sebesar 300 – 1 juta rupiah yang diberikan setahun sekali sedangkan gajimu ?
            Kurang puaskah anda dengan ruangan ber-AC dan fasilitas kelas atas dengan mobil dinas mewah yang siap mengantar kemana-mana dan gajimu yang setara dengan professor padahal ijazahmu hanya S1 atau S2 ? Ingat Professor memberi sumbangsi besar bagi pendidikan, lalu anda para anggota dewan terhormat ? Berapa rancangan UU yang anda selesaikan dan sudah diresmikan ? Apa sesuai target ? Jawabannya di anda sendiri. Saya bahkan mengelus dada ketika salah satu DPRD Kota di Jawa Timur meminta mobil dinas baru yang lebih mewah di tengah rakyat yang kesusahan membeli sekilo beras perharinya. Harga beras saat ini 10 ribu untuk kualitas menengah. Apa anda tega kami membeli beras kualitas rendah ditambah dengan kutu beras di sana-sini ? Bukankah negara harus memenuhi semua kebutuhan rakyatnya sedangkan harga beras saat ini melambung sampai tidak terkendali ?
            Para anggota dewan, apakah anda masih melestarikan budaya TA alias titip absen ? Gaji anda sudah tinggi, jangan minta kenaikan lagi. Jangan tambah staff jika RUU banyak yang terbengkalai. Lihat para guru dan dosen, tombak pendidikan dan pendidik penerus bangsa. Mereka jarang merengek kenaikan gaji karena apa ? Mereka tahu akan percuma. Meski naik pun, gaji mereka tidak sebanding dengan anda para anggota dewan. Menyedihkan bahkan gaji PNS guru kita hanya ½ dari gaji guru di Malaysia. Jangan sekali-kali mengatakan pendapatan perkapita  kita rendah. Saya muak. Bagaimana pendidikan kita akan baik dan maju jika gaji para guru saja tidak diperhatikan. Sekarang saya balik omongan parpol tadi, untuk gaji anggota DPR sekian puluh juta bisa dikeluarkan, mengapa anggaran kesejahteraan guru masih terutang ? Mana negara kita yang disebut negara besar jika membayar anggaran kesejahteraaan guru saja tidak becus ?
            Ingat dalam peraturan yang ada, 20 % dari APBN dan 20 % dari APBD harus dianggarkan ke dalam dunia pendidikan dan nyatanya macet alias tidak 20 %. Anggaran dipotong untuk pendidikan dan itu masih berkoar-koar untuk minta pendidikan yang baik seperti yang ada di Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Non sense. Jangan salahkan guru. Refleksi diri kalian para pembuat kebijakan. 20 % dari APBN itu minim. Bandingkan, Indonesia : 20 % dari total seluruh anggaran negara yaitu sebesar Rp. 332 triliun, Jepang : 31.6% dari total seluruh anggaran negara yaitu sebesar Rp 611 triliun. Belum lagi sekian persen masuk ke saku oknum.
            Pantas negeri kita tidak maju. Jadi siapa yang harus disalahkan ? Mungkin hanya Tuhan yang tahu. Saya muak dengan kondisi ini. Jangan meminta sesuatu yang belum mendesak. Ingat ada yang harus diprioritaskan dibanding membangun geduang seharga 2,7 triliun rupiah. Ingat janji-janjimu para anggota dewan yang katanya akan menyejahterakan rakyat. Kami, rakyat Indonesia menunggu langkah konkritmu sebelum kami mati kelaparan karena tidak bisa membeli beras yang layak. Ingat dosen dan para guru yang mengajarmu hingga kamu duduk manis di kursi kehormatanmu di DPR dan MPR sana. Orang yang bijak adalah orang yang ingat siapa yang mendidiknya dan memberikannya ilmu bukan orang yang lupa pada asalnya. Ilmu didapat dari diajarkan para guru dan dosen sekarang mau menggencet nasib orang yang memberikan ilmunya. Wah hebat ya. Inilah potret di Negeri Indonesia, Negeri Utopia yang berharap maju pada tahun 2045 dengan pendidikan terseok-seok macam ini.  

Tidak ada komentar: