Saya
kembali memikirkan hal ini untuk sekian kalinya. Bahkan salah satu candaan dari
teman-teman saya membuat saya teringat sesuatu, yaitu singkatan kata dosen
yaitu kerjaan.ne sak dos gaji.ne sak sen (kerjaannya sekardus dan gajinya
sesen). Well, mungkin ada benarnya. Gaji guru dan dosen di negeri kita sangat
memprihatinkan. Saya sendiri adalah anak seorang guru PNS dan syukurlah gaji
ayah saya masih bisa membiayai saya kuliah dengan UKT yang seperti itu meski
saya tahu beliau mencari uang itu ke sana kemari. Jujur ketika para teman saya
menyarankan saya menjadi guru, jawaban saya adalah tidak. Kenapa ? Selain saya
merasa beban jadi seorang guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik dan
saya belum bisa melakukan itu, alasan saya yang berikutnya adalah pekerjaan
yang banyak tidak sesuai dengan gaji.
Saya
bukan orang yang materialistis tapi lihat fenomenanya berapa banyak guru harus
bertahan dari jam 07.00 – 14.00 demi mengajar muridnya dan gaji mereka tidak
layak ? Ok jika mengira PNS guru dan dosen bergaji layak, saya ingatkan masih
ada pemotongan gaji di sana-sini, belum lagi sertifikasi dengan embel-embel
potongan administrasi di luar pajak. Itu dikatakan layak ? Ingat sertifikasi
bagi guru banyak yang terhutang dan tidak keluar dengan lancar seperti gaji
para DPR. Kemana uang sertifikasi terhutang itu sehingga tidak tersampaikan
pada yang berhak menerima ?
Bukan
hanya itu, gaji guru di suatu kecamatan di suatu kabupaten di Jawa Timur masih
berkisar antara 150 – 500 ribu bagi guru honorer. Mau diberi makan apa
keluarganya dengan gaji seperti itu ? Itu menuntut mereka bekerja dengan baik ?
Tunjangan dari APBD/APBN ? Dengan uang minim itu, well, ada potong lagi-lagi.
Belum lagi jika mereka honorer, gaji tidak keluar tepat waktu atau terhutang
alias dibayar bila ada dana. Sekali lagi mereka harus makan dari mana ?
Bagaimana membayar uang sekolah atau UKT anak mereka ?
Bidikmisi
? Ingat salah satu syarat bidikmisi ? Orang tua calon mahasiswa bukan berasal
dari PNS/TNI/Polri. Terus anak anggota DPR dan pengusaha bagaimana ? Boleh apa
tidak ? Faktanya dijawab di lapangan. Sekarang para anggota DPR minta gedung
baru seharga 700 milyar rupiah. Bahkan salah satu parpol bilang, untuk
tunjangan THR PNS saja bisa, masak untuk gedung DPR pelit ? Well, di mana hati
nuranimu Pak/Bu sedangkan parpolmu mengusung slogan hati nurani rakyat ?
Tunjangan THR mungkin hanya berkisar sebesar 300 – 1 juta rupiah yang diberikan
setahun sekali sedangkan gajimu ?
Kurang
puaskah anda dengan ruangan ber-AC dan fasilitas kelas atas dengan mobil dinas
mewah yang siap mengantar kemana-mana dan gajimu yang setara dengan professor
padahal ijazahmu hanya S1 atau S2 ? Ingat Professor memberi sumbangsi besar
bagi pendidikan, lalu anda para anggota dewan terhormat ? Berapa rancangan UU
yang anda selesaikan dan sudah diresmikan ? Apa sesuai target ? Jawabannya di
anda sendiri. Saya bahkan mengelus dada ketika salah satu DPRD Kota di Jawa
Timur meminta mobil dinas baru yang lebih mewah di tengah rakyat yang kesusahan
membeli sekilo beras perharinya. Harga beras saat ini 10 ribu untuk kualitas
menengah. Apa anda tega kami membeli beras kualitas rendah ditambah dengan kutu
beras di sana-sini ? Bukankah negara harus memenuhi semua kebutuhan rakyatnya
sedangkan harga beras saat ini melambung sampai tidak terkendali ?
Para
anggota dewan, apakah anda masih melestarikan budaya TA alias titip absen ? Gaji
anda sudah tinggi, jangan minta kenaikan lagi. Jangan tambah staff jika RUU
banyak yang terbengkalai. Lihat para guru dan dosen, tombak pendidikan dan
pendidik penerus bangsa. Mereka jarang merengek kenaikan gaji karena apa ?
Mereka tahu akan percuma. Meski naik pun, gaji mereka tidak sebanding dengan
anda para anggota dewan. Menyedihkan bahkan gaji PNS guru kita hanya ½ dari
gaji guru di Malaysia. Jangan sekali-kali mengatakan pendapatan perkapita kita rendah. Saya muak. Bagaimana pendidikan
kita akan baik dan maju jika gaji para guru saja tidak diperhatikan. Sekarang
saya balik omongan parpol tadi, untuk gaji anggota DPR sekian puluh juta bisa
dikeluarkan, mengapa anggaran kesejahteraan guru masih terutang ? Mana negara
kita yang disebut negara besar jika membayar anggaran kesejahteraaan guru saja
tidak becus ?
Ingat
dalam peraturan yang ada, 20 % dari APBN dan 20 % dari APBD harus dianggarkan
ke dalam dunia pendidikan dan nyatanya macet alias tidak 20 %. Anggaran dipotong
untuk pendidikan dan itu masih berkoar-koar untuk minta pendidikan yang baik
seperti yang ada di
Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Non sense. Jangan salahkan guru. Refleksi
diri kalian para pembuat kebijakan. 20 % dari APBN itu minim. Bandingkan, Indonesia
: 20 % dari total seluruh anggaran negara yaitu sebesar Rp. 332 triliun, Jepang
: 31.6% dari total seluruh anggaran negara yaitu sebesar Rp 611 triliun. Belum
lagi sekian persen masuk ke saku oknum.
Pantas negeri kita tidak maju. Jadi
siapa yang harus disalahkan ? Mungkin hanya Tuhan yang tahu. Saya muak dengan
kondisi ini. Jangan meminta sesuatu yang belum mendesak. Ingat ada yang harus
diprioritaskan dibanding membangun geduang seharga 2,7 triliun rupiah. Ingat
janji-janjimu para anggota dewan yang katanya akan menyejahterakan rakyat.
Kami, rakyat Indonesia menunggu langkah konkritmu sebelum kami mati kelaparan
karena tidak bisa membeli beras yang layak. Ingat dosen dan para guru yang
mengajarmu hingga kamu duduk manis di kursi kehormatanmu di DPR dan MPR sana.
Orang yang bijak adalah orang yang ingat siapa yang mendidiknya dan
memberikannya ilmu bukan orang yang lupa pada asalnya. Ilmu didapat dari
diajarkan para guru dan dosen sekarang mau menggencet nasib orang yang
memberikan ilmunya. Wah hebat ya. Inilah potret di Negeri Indonesia, Negeri Utopia
yang berharap maju pada tahun 2045 dengan pendidikan terseok-seok macam ini.